Wednesday, December 13, 2006

Kebahagiaan Itu Dibuat, Bukan Dicari

Jika membicarakan kebahagiaan, tentu kita ingat juga kata cinta.
Sebab kebahagiaan identik dengan keberadaan cinta. Kita harus
mengetahui diri sendiri, apa yang membuat kita merasa bahagia.

Sebab, kebahagiaan harus kita sendiri yang membuat, bukan kita yang
mencarinya.

Pabrik kebahagiaan berada di dalam sanubari kita sendiri. Percuma
Anda pergi ke ujung dunia untuk mencari kebahagiaan. Kebahagiaan tak
akan Anda dapatkan di mana pun, kecuali Anda yang membuat diri
berbahagia di mana pun dan kapan pun.

Faktor yang paling penting untuk membuat kita tetap sehat,
sejahtera, dan bahagia, adalah mencintai dan merasa dicintai.
Bersikaplah realitis dan rencanakan sejumlah mukjizat untuk diri
sendiri dan merasakan kebahagiaan itu datang dan terjadi pada kita,
sebab cinta itu perlu keutuhan tubuh, pikiran, dan jiwa.

Cinta seperti segala sesuatu lainnya adalah sebuah pilihan.

Pada setiap saat dalam perjumpaan dengan orang lain, atau dalam
setiap pikiran tentang diri kita sendiri, kita memiliki suatu
pilihan: entah untuk menghakimi atau coba untuk mengerti terhadap
apa yang sedang dihadapi, yang harus dijalani, dan yang akan
direncanakan.

Energi Cinta

Cinta adalah energi. Rasakan energi itu mengalir ke dalam bagian
tubuh kita, maka kita merasakan satu kehangatan, kedamaian, dan
kebahagiaan, memasuki tubuh dan sanubari.

Dan energi cinta itu tidak harus selalu kita dapatkan dari luar.
Justru yang paling manjur adalah cinta yang dihasilkan dari diri
kita sendiri.

Dengan mencintai dan jujur pada diri kita sendiri tentang arti
cinta, maka kita tidak akan menyia- nyiakan cinta yang sudah ada dan
ber- tumbuh dalam diri kita. Itulah awal pabrik kebahagiaan
berproduksi dalam hati.

Sering terjadi pada banyak pasangan yang menyia-nyiakan perasaan
cinta, yang tadinya menjadi suatu awal untuk keputusan hidup
bersama. Kita sering lengah untuk memelihara cinta tersebut.

Cinta yang dalam adalah dalam bentuk kasih sayang yang bisa kita
ibaratkan seperti sebuah otot dalam tubuh kita, semakin dilatih dan
dipelihara, maka akan jadi semakin kuat dan semakin bermanfaat untuk
melancarkan gerakan dalam hidup.

Pada saat cinta mulai memudar dan perlahan tapi pasti kasih sayang
terhadap pasangan mulai menghilang, maka kita baru sadar bahwa
selama ini kita tidak menghargai keberadan cinta pasangan kita.

Di saat kita memiliki penuh, justru kita sia-siakan! Tetapi, di saat
kita mulai merasa terancam kehilangan, kita berusaha mati-matian
untuk mendapatkan pengakuan bahwa dia harus tetap menjadi milik kita!

Sayangnya, dalam berjuang mempertahankan atau mencoba mengembalikan
cinta pasangan, yang banyak terjadi adalah kita tidak kembali
merebut cinta dengan cinta. Kita salah langkah, salah bertindak,
juga salah mengadaptasikan kembali cinta itu pada keharmonisan
hubungan.

Maka, yang terjadi adalah cinta semakin jauh untuk dikembalikan,
semakin jauh untuk diraih, karena kita membuat hubungan menjadi
semakin membara dengan argumentasi yang mau menang sendiri, dengan
amarah yang panas dan membuat cinta menjadi hanya legenda yang
pernah ada dalam hubungan sebagai pasangan. Cinta musnah dibakar api
amarah dan cemburu.

Mudah Sirna

Kenapa cinta yang membawa kebahagiaan pada pasangan menjadi begitu
mudah sirna? Cinta yang demikian cepat pudar dan akhirnya lenyap
dimakan waktu, antara lain adalah cinta yang diawali kata "karena"
atau kata "kalau".

Cinta bisa abadi dan penuh toleransi jika sudah melebur dan berubah
menjadi cinta dimulai dengan kata "walau" atau "walaupun".

Contoh cinta yang diawali kata "karena" adalah "Karena kamu cantik,
maka aku mencintaimu!" Kemudian, "Karena kamu seorang direktur, maka
saya mencintaimu!"

Lalu, contoh cinta yang diawali kata "kalau" adalah "Kalau kamu
cinta saya, maka kamu seharusnya memenuhi kebutuhan saya!"
atau "Kalau kamu cinta saya, maka kamu selalu memperhatikan saya!"

Nah, bandingkan bunyi kalimat cinta yang diawali kata "walau".

"Walaupun hidup kita kekurangan, tetapi saya tetap mencintaimu!"
Begitu juga dengan, "Walau kamu sekarang di-PHK, saya tetap
mencintaimu!" atau "Walau sekarang kulitmu sudah keriput, aku tetap
mencintaimu!"

Banyaknya pasangan yang membekali diri untuk hidup bersama dengan
cinta berawalan "karena" dan "kalau", maka keluhan yang paling
sering terdengar dalam ruang konsultasi adalah "serumah, tapi terasa
asing" dan "setempat tidur, tapi tidak tertarik lagi".

Cinta "karena" dan cinta "kalau" mudah pudar dan luntur. Berbeda
dengan cinta "walau" yang penuh toleransi, penuh pengertian, bahkan
penuh maaf atas apa yang terjadi pada pasangan kita.

Kita mampu berkata, "Walau kamu menyakiti saya, tetapi saya tetap
menyayangimu."

Pilihan ada pada diri kita sendiri, mau berbahagia ya berusahalah
dan berjuanglah dalam membuat kebahagiaan itu di sanubari kita.

Sebab, kebahagiaan itu merupakan energi yang menular. Kita tidak
bisa membuat orang di lingkungan kita berbahagia, tanpa diri kita
sendiri bahagia.

Bagaimana kita mau membuat orang di sekitar tersenyum, jika kita
sendiri tidak mampu tersenyum karena hati penuh energi busuk yang
dihasilkan dari amarah, rasa benci, jengkel dan merasa dipermainkan,
dan sebagainya?

Sumber: Kebahagiaan Itu Dibuat, Bukan Dicari oleh Lianny Hendranata.